TAKALAR – Dunia pendidikan kembali menuai sorotan tajam, kali ini dari UPT SMA Negeri 2 Takalar, Sulawesi Selatan. Seorang siswi kelas 12 dilaporkan mendapat hukuman yang dinilai tak manusiawi: dijemur di bawah terik matahari oleh wali kelasnya sendiri.

Scroll Untuk Lanjut Membaca

Insiden ini terjadi pada Senin (25/8/2025) lalu, saat Mei Khumairah, siswi kelas 12 IPS.1, datang terlambat mengikuti upacara bendera. Sebagai sanksi, wali kelasnya, Hj. Martini, memberikan hukuman berdiri di bawah matahari, meskipun cuaca saat itu sangat panas.

Menurut pengakuan sang ayah, Rahman Daeng Ta’le, bukan hanya anaknya yang datang terlambat pagi itu. Namun, hanya Mei yang dijatuhi hukuman tersebut.

“Banyak siswa yang terlambat, tapi kenapa hanya anak saya yang dihukum seperti itu? Ini jelas perlakuan yang tidak adil dan tidak pantas dilakukan oleh seorang guru,” ujarnya, Rabu (27/8/2025).

Yang membuat hati orang tua semakin terluka, lanjut Rahman, meski ada guru lain yang berusaha menghentikan hukuman, Hj. Martini tetap bersikeras melanjutkannya. Salah satu saksi bahkan mengungkapkan bahwa sang guru sempat berkata, “Biar sampai pingsan.”

Tak sanggup menahan panas, Mei akhirnya memilih pulang dan menceritakan kejadian tersebut kepada keluarganya. Saat ayahnya datang ke sekolah untuk meminta klarifikasi, respons sang guru justru semakin memancing emosi.

“Silakan lapor. Saya punya banyak keluarga yang kerja di hukum,” tutur Hj. Martini seperti ditirukan Rahman.

Merasa dilecehkan, keluarga Mei melaporkan kejadian ini ke Polres Takalar. Hingga kini, pihak kepolisian masih mendalami kasus tersebut dan tengah mengkaji pasal yang relevan sebelum dilakukan gelar perkara.

Kasus ini juga menyeret nama Kepala UPT SMA Negeri 2 Takalar, Abdul Rauf. Ia dinilai lalai dalam menjalankan fungsi pengawasan dan pembinaan terhadap guru-guru di bawah naungannya.

“Ini bukan kejadian pertama. Sebelumnya sudah ada laporan soal pemotongan bantuan siswa miskin. Sekarang, anak kami diperlakukan seperti tahanan,” ungkap Rahman, penuh kecewa.

Para orang tua murid lainnya turut menyampaikan kekhawatiran atas insiden ini. Mereka khawatir jika tindakan kekerasan seperti ini dibiarkan, akan menimpa anak-anak lain di kemudian hari.

Kepala Dinas Pendidikan Provinsi Sulawesi Selatan, Andi Iqbal Najamuddin, saat dikonfirmasi, mengaku belum mengetahui kejadian tersebut, namun berjanji akan segera melakukan pengecekan ke lapangan.

“Saya akan kroscek dulu untuk memastikan kebenarannya,” ucapnya singkat.

Sementara itu, Kepala UPT SMA Negeri 2 Takalar, Abd. Rauf, menyatakan bahwa pihak sekolah telah mempertemukan kedua belah pihak dan berupaya mencari solusi damai. Namun ia menegaskan bahwa guru bersangkutan tetap akan diberi sanksi.

“Kami akan gelar rapat bersama dewan guru hari ini untuk membahas masalah ini. Guru yang bersangkutan akan diberi sanksi sesuai aturan,” tegasnya.

Kejadian ini menjadi pengingat bahwa sekolah semestinya menjadi tempat yang aman, membina, dan mendidik  bukan ruang di mana kekerasan terselubung dibenarkan atas nama kedisiplinan.(*)