Jakarta – Kebijakan Presiden Prabowo Subianto yang membuka peluang bagi warga negara asing atau ekspatriat memimpin Badan Usaha Milik Negara (BUMN) memicu reaksi tajam dari kalangan nasionalis dan patriotik. Di antaranya adalah Dr. Iswadi, akademisi dan ketua organisasi yang dikenal berintegritas, yang dengan tegas menyatakan bahwa BUMN adalah benteng ekonomi bangsa seharusnya dikelola oleh putra putri terbaik tanah air.Hal tersebut disampaikan nya kepada wartawan Melalui pesan WhatsApp,, Kamis 16 Oktober 2025

Scroll Untuk Lanjut Membaca

Pada forum Forbes Global CEO Conference 2025, Presiden Prabowo mengumumkan perubahan regulasi agar ekspatriat bisa menjabat pimpinan tertinggi BUMN, sekaligus melakukan rasionalisasi jumlah BUMN dari lebih dari 1.000 menjadi kira kira 200 hingga 240 perusahaan, demi mendekatkan standar pengelolaan pada praktik internasional.

Mendengar pengumuman tersebut, Dr. Iswadi mengangkat suara kritisnya. Baginya, kebijakan ini bukan hanya sebuah perubahan administratif, melainkan sebuah momen ujian atas nilai nilai nasionalisme dan kedaulatan ekonomi yang selama ini menjadi pilar bangsa. Ia bertanya: setelah segala pengorbanan dan perjuangan bangsa ini menegakkan kemerdekaan, setelah so many generasi membangun institusi institusi nasional, apakah sekarang kita rela menyerahkan pucuk kepemimpinan BUMN kepada orang asing?

Dr. Iswadi menegaskan bahwa secara hukum, BUMN adalah milik rakyat ia adalah instrumen negara dalam mengatur sektor sektor strategis seperti energi, pangan, transportasi, listrik, perlindungan sumber daya alam, dan sektor sektor lain yang menyangkut kepentingan publik. Dalam perspektifnya, kepemimpinan BUMN bukan semata tentang efektivitas manajerial atau profit semata, tetapi juga tentang kepercayaan rakyat bahwa bangsanya mampu mengelola potensi sendiri, memajukan dirinya tanpa tergantung pihak asing.

Alumni Program Doktoral Manajemen Pendidikan Universitas Negeri Jakarta tersebut mengakui bahwa ada argumen argumen bahwa membawa “talenta asing” bisa meningkatkan efisiensi, transfer teknologi, dan teknologi manajerial yang lebih maju. Namun, Dr. Iswadi mengingatkan bahwa Indonesia juga memiliki banyak putra dan putri bangsa dengan kemampuan luar biasa, kompeten, setia, dan memiliki semangat pengabdian untuk bangsa. Jika selama ini seleksi dan pengembangan sumber daya manusia di BUMN dilakukan secara serius dan transparan, maka akan sangat mungkin kita menemukan sosok lokal yang mampu tampil di level internasional tanpa terlebih dahulu mengorbankan identitas nasional.

Selain itu, dari sudut integritas, ia menekankan bahwa ketika orang asing memimpin BUMN, akan muncul risiko yang harus diperhitungkan: apakah kepentingan nasional selalu menjadi prioritasnya? Apakah keputusan keputusan strategis akan selalu mengutamakan kepentingan rakyat Indonesia atau akan dipengaruhi oleh kepentingan eksternal? Nilai nilai seperti akuntabilitas, transparansi, dan loyalitas terhadap bangsa adalah fondasi yang tidak boleh dialihkan atau dikompromikan.

Dr. Iswadi juga menunjukkan bahwa nasionalisme ekonomi bukanlah slogan kosong. Ia mengajak semua pihak pemerintah, parlemen, masyarakat sipil, akademisi, generasi muda untuk ikut mengawal setiap tahap pelaksanaan kebijakan ini. Baginya, jika memang kebijakan seperti ini akan diteruskan, harus ada syarat yang ketat: jaminan bahwa pemimpin asing tidak akan mengabaikan budaya lokal, kepentingan rakyat, dan pembangunan kemandirian nasional; adanya mekanisme pengawasan publik; serta persyaratan bahwa pemimpin asing bisa bekerja sama dengan mitra lokal sehingga transfer kemampuan bukan hanya satu arah.

Narasi Indonesia merdeka, katanya, harus ditandai dengan keberanian untuk mempercayai putera-puteri bangsa sendiri bukan karena sok nasionalistik, tapi karena yakin bahwa kita memiliki kapasitas dan potensi. BUMN yang dipimpin warga negara Indonesia juga memiliki nilai moral, memiliki efektivitas dalam membangun rasa kepemilikan masyarakat, memperkuat kepercayaan publik bahwa bangsa ini mampu mandiri dan bertumbuh dari dalam.

Tentu, Dr. Iswadi tidak menolak pembaharuan dan profesionalisme. Ia justru menuntut agar perubahan dilakukan dengan integritas bahwa setiap upaya agar BUMN bersaing secara global harus diiringi oleh penguatan kapasitas SDM lokal, pelatihan, akreditasi, transparansi, dan regulasi yang melindungi kepentingan rakyat. Tidak boleh juga dijadikan alasan membuka peluang asing sebagai jalan pintas melemahkan semangat nasional dan kedaulatan ekonomi.

Pada akhirnya, Dr. Iswadi mengajak bangsa ini untuk mengingat bahwa merdeka bukan hanya mendapatkan kemerdekaan formal, tetapi mampu menentukan nasib sendiri di bidang ekonomi, pengelolaan sumber daya, dan kepemimpinan nasional. BUMN harusnya untuk putra bangsa! bukan hanya sekadar kata kata tapi panggilan moral dan panggilan sejarah. Kita harus menjaga agar kebijakan tidak sekadar pragmatis, tetapi juga mencerminkan rasa harga diri bangsa, integritas, dan cinta tanah air. Karena, bila bangsa lain memimpin kita, maka simbol kemerdekaan kita juga akan terkikis, kecuali sejauh kita tetap memegang kendali, menjaga jati diri, dan tetap menempatkan kepentingan rakyat di atas segalanya.