Jakarta – 14 November 2025 Di balik wajah tenang dan tutur kata yang lembut, tersimpan semangat baja dalam diri Dr. Iswadi, seorang tokoh pendidikan yang sepanjang hidupnya mendedikasikan diri untuk memperjuangkan keadilan dan kebebasan dalam dunia pendidikan. Baginya, pendidikan bukan sekadar proses transfer ilmu, melainkan perjuangan untuk memerdekakan manusia dari kebodohan, kemiskinan, dan ketidakadilan sosial.

Scroll Untuk Lanjut Membaca

Sejak masa muda, Dr. Iswadi telah menyadari bahwa pendidikan di Indonesia masih menyisakan jurang yang dalam antara mereka yang mampu dan yang tidak. Ia menyaksikan dengan mata kepala sendiri bagaimana anak anak di pedesaan berjuang keras menempuh jalan berlumpur untuk sampai ke sekolah, sementara di kota besar, anak-anak lain menikmati fasilitas yang lengkap dan modern. Ketimpangan itu menorehkan luka batin yang mendalam, membangkitkan tekadnya untuk berjuang mewujudkan pendidikan yang benar benar adil dan membebaskan.

Dr. Iswadi percaya bahwa pendidikan harus berpihak kepada yang lemah, yang terpinggirkan, dan yang tidak punya suara. Ia sering menegaskan bahwa pendidikan tidak boleh menjadi alat penindasan yang hanya menguntungkan kelompok tertentu. Ia terinspirasi oleh pemikiran tokoh-tokoh besar seperti Ki Hadjar Dewantara dan Paulo Freire, yang sama sama melihat pendidikan sebagai proses pembebasan manusia dari segala bentuk ketergantungan dan penindasan.Pendidikan yang baik, katanya kepada para awak media, adalah pendidikan yang menumbuhkan kesadaran, bukan sekadar mencetak pekerja.

Namun perjuangan itu tidak mudah. Dalam perjalanan kariernya sebagai akademisi dan aktivis pendidikan, Dr. Iswadi kerap berhadapan dengan sistem yang kaku dan birokrasi yang mengekang. Banyak gagasan pembaruannya yang dianggap terlalu idealis, bahkan utopis. Tapi ia tidak pernah gentar. Setiap penolakan justru menjadi bahan bakar semangatnya untuk terus bergerak. Ia selalu mengatakan kepada rekan rekannya, Jika kita menyerah pada kenyataan yang tidak adil, maka kita ikut melestarikan ketidakadilan itu.”

Salah satu langkah nyata yang dilakukannya adalah mendirikan organisasi Pejuang Pendidikan Indonesia ( PPI). Melalui inisiatif ini, ia mebdorong para guru, orang tua, dan tokoh masyarakat untuk menciptakan sistem pendidikan yang sesuai dengan kebutuhan dan kearifan lokal, ia tidak hanya mengajarkan pengetahuan akademik, tetapi juga keterampilan hidup, kepemimpinan, dan kesadaran sosial. Pendidikan yang membebaskan, ujarnya, harus mampu menghidupkan kembali martabat manusia, bukan sekadar melatih otak.

Dr. Iswadi juga dikenal sebagai sosok yang teguh memperjuangkan hak hak guru. Ia menilai guru sebagai ujung tombak perubahan, namun sering kali mereka justru hidup dalam keterbatasan. Melalui berbagai forum dan seminar, ia menyuarakan pentingnya peningkatan kesejahteraan guru serta perlunya pelatihan berkelanjutan agar guru tidak hanya menjadi pengajar, tetapi juga pembimbing dan inspirator bagi murid muridnya.

Dedikasinya yang tanpa pamrih membuatnya disegani banyak kalangan. Namun ia sendiri tetap hidup sederhana. Di sela kesibukannya, ia masih menyempatkan diri berdiskusi langsung dengan mahasiswa, dan mendengar cerita mereka tentang mimpi dan harapan. Ia percaya, mendengar adalah bagian penting dari proses mendidik. Dalam setiap pertemuan, ia selalu menanamkan nilai keberanian, kejujuran, dan kepedulian sosial nilai-nilai yang menurutnya menjadi fondasi pendidikan yang sejati.

Meski berbagai karya telah ia torehkan, Dr. Iswadi tak pernah berpuas diri. Ia tahu, perjuangan masih panjang. Ia sering berkata bahwa keadilan dalam pendidikan bukan sesuatu yang bisa dicapai dalam semalam. Ia adalah perjuangan lintas generasi, yang memerlukan tekad, keberanian, dan konsistensi. Selama masih ada anak yang tidak punya kesempatan sekolah, perjuangan ini belum selesai, ucapnya tegas

Kini, di usia yang hampir setengah abad, Dr. Iswadi tetap teguh berjalan di jalannya. Ia mungkin tidak lagi berlari secepat dulu, tetapi semangatnya tidak pernah padam. Ia terus menulis, berbicara di berbagai forum, dan menginspirasi banyak orang muda untuk melanjutkan perjuangan. Bagi Dr. Iswadi, perjuangan di dunia pendidikan bukanlah tentang popularitas atau kekuasaan, melainkan tentang panggilan hati dan tanggung jawab moral terhadap masa depan bangsa.

Ketika ditanya apa yang membuatnya terus bertahan, meski sering menghadapi berbagai tantangan dan tekanan, ia tersenyum dan menjawab pelan, Saya hanya ingin melihat anak anak Indonesia tumbuh merdeka merdeka berpikir, merdeka bermimpi, dan merdeka menjadi manusia seutuhnya. Selama darah masih mengalir di tubuh ini, saya akan berjuang untuk itu.